Masyarakat NTB Serukan Boikot Produk Israel, Aksi Solidaritas untuk Palestina

Aksi bela Palestina, boikot produk Israel

Redaksi Media - Sejumlah masyarakat Nusa Tenggara Barat (NTB) melakukan aksi solidaritas membela Palestina, yang saat ini sedang menghadapi serangan brutal dari Israel. Para pendemo pun menyerukan untuk memboikot produk-produk Israel yang berada di NTB, sebagai bentuk protes terhadap kebijakan zionis yang mendukung Israel.

Aksi ini dilakukan di depan salah satu outlet usaha waralaba di Jalan Sriwijaya, Kota Mataram, Rabu (8/11) sekitar pukul 10.00 wita sampai 11.30 wita. Massa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat NTB untuk Palestina ini membawa spanduk dan poster bertuliskan "Boikot Produk Israel", "Stop Genosida di Palestina", dan "Save Gaza, Save Humanity".

Dalam aksinya, massa menyuarakan agar seluruh masyarakat di NTB dan dunia ikut menghentikan aksi genosida yang dilakukan oleh Israel terhadap warga Palestina. Tak hanya itu, massa juga diminta mengulurkan tangan untuk membantu warga di Palestina yang menjadi korban.

"Satu poin kita, kita menginginkan supaya masyarakat Indonesia memboikot produk-produk yang terindikasi berafiliasi kepada kepentingan zionis Israel," ujar Ketua Kasta NTB, Lalu Wing Haris usai aksi, Rabu (8/11).

Massa juga sempat menggelar doa bersama untuk Palestina saat aksi berlangsung. Menurut Wing, sebagai bagian masyarakat Indonesia tentunya harus menjunjung tinggi nilai kemanusian di atas segala-galanya. Massa aksi pun meminta pemerintah daerah baik itu tingkat provinsi maupun kabupaten/kota untuk memberi perhatian khusus pada masalah itu.

"Untuk mengevaluasi keberadaan gerai-gerai yang menjual produk-produk yang pro zionis (Israel, Red) ini secara masif. Baik itu berupa makanan maupun minuman, terutama gerai-gerai yang penjualannya cukup besar", terangnya.

Menurutnya, hal itu menjadi bentuk simpati terhadap apa yang menimpa warga di Palestina. "Kita menginginkan sikap pemerintah kita, bukan hanya mendukung secara materi, mengirimkan obat-obatan dan bantuan pangan saja. Tetapi berupaya meminimalisir peran gerai-gerai atau waralaba usaha yang berafiliasi kepada zionis", imbuhnya.

Sesuai dengan amanat konstitusi negara, lanjut Wing, kemerdekaan adalah hak dasar semua bangsa dan penjajahan di muka bumi harus dihapuskan. Karena itu, aksi tirani yang ditunjukkan Israel ke Palestina harus segera dihentikan dengan memberikan kemerdekaan penuh dan seutuhnya bagi rakyat Palestina.

Aksi solidaritas ini dilatarbelakangi oleh eskalasi konflik antara Israel dan Palestina yang terjadi sejak awal Oktober 2023. Israel melancarkan serangan udara dan artileri ke Jalur Gaza, sebagai balasan atas serangan roket yang dilakukan oleh Hamas, kelompok militan Palestina yang menguasai wilayah tersebut.

Menurut data PBB, lebih dari 5.000 warga Gaza tewas akibat serangan Israel, termasuk banyak perempuan dan anak-anak. Sementara itu, di sisi Israel, sedikitnya 1.400 orang meninggal dunia akibat serangan roket Hamas. Konflik ini juga menyebabkan kerusakan infrastruktur, krisis kemanusiaan, dan pengungsian massal di kedua wilayah.

Konflik Israel dan Palestina ini merupakan konflik berkepanjangan yang sudah berlangsung lebih dari seabad. Akar dari konflik ini dapat ditelusuri kembali ke akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, ketika gerakan Zionisme mulai mendapatkan momentum. Gerakan ini bertujuan untuk membangun sebuah tanah air bagi umat Yahudi di Palestina, yang pada waktu itu masih merupakan bagian dari Kekaisaran Ottoman.

Namun, wilayah Palestina telah dihuni oleh mayoritas penduduk Arab, termasuk masyarakat Arab Palestina, komunitas Yahudi, dan Kristen selama berabad-abad. Ketegangan mulai meningkat seiring dengan meningkatnya imigrasi Yahudi ke Palestina. Pada tahun 1917, Deklarasi Balfour dikeluarkan oleh pemerintah Inggris selama Perang Dunia I. Deklarasi ini menyatakan dukungan untuk pembentukan "rumah nasional bagi orang Yahudi" di Palestina. Namun, hal ini semakin memperburuk konflik terkait hak atas tanah dan identitas di antara komunitas di wilayah Palestina.

Pada tahun 1947, PBB memutuskan untuk membagi Palestina menjadi dua negara, yaitu negara Yahudi dan negara Arab. Keputusan ini diterima oleh pemimpin Yahudi, tetapi ditolak oleh pemimpin Arab. Hal ini memicu perang antara Israel dan negara-negara Arab tetangga, yang berakhir dengan kemenangan Israel dan pendudukan atas sebagian besar wilayah Palestina.

Sejak itu, konflik antara Israel dan Palestina terus berlanjut, dengan beberapa perang, intifada (pemberontakan), dan upaya perdamaian yang gagal. Salah satu isu utama yang menjadi sumber konflik adalah status Yerusalem, kota suci bagi tiga agama besar, yaitu Yahudi, Kristen, dan Islam. Israel mengklaim seluruh Yerusalem sebagai ibu kota abadinya, sementara Palestina menginginkan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negaranya.

Isu lain yang menjadi permasalahan adalah nasib pengungsi Palestina, yang jumlahnya mencapai jutaan orang, yang tersebar di berbagai negara. Palestina menuntut hak untuk kembali ke tanah leluhur mereka, yang sekarang dikuasai oleh Israel. Namun, Israel menolak tuntutan ini, karena khawatir akan mengubah keseimbangan demografis di negaranya.

Selain itu, isu pemukiman Yahudi di wilayah Palestina juga menjadi sumber ketegangan. Israel terus membangun dan memperluas pemukiman-pemukiman ini di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, yang dianggap ilegal oleh hukum internasional. Palestina menganggap pemukiman ini sebagai penghalang bagi pembentukan negara merdeka dan berdaulat.

Upaya perdamaian antara Israel dan Palestina telah dilakukan sejak tahun 1970-an, dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk Amerika Serikat, Uni Eropa, Rusia, dan PBB. Namun, hingga saat ini, belum ada solusi damai yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Konflik ini terus berlangsung, dengan korban jiwa dan penderitaan yang tak terhitung.

© 2023 PT. Selaparang Media Utama. All Rights Reserved